BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bermula dari
pemikiran kritis yang melihat sebuah keadaan di sekitar, dimana mausia dapat
hidup dan berkembang dengan penampilan budaya dan adat, kebiasaan serta
penggunaan komunikasi yang berbeda setiap daerah. Kesenjangan sosial melahirkan
masalah dalam kehidupan bermasyarakat, kehidupan sosial dan ekonomi serta cara
fikir yang berbeda di antara individu satu dengan individu yang lain serta
msyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain sehingga menarik untuk di
menjadi sebuah pokok dan layak untuk dikaji akan keberadaan masrakat dan
individu di suatu daerah tersebut.
Manusia pada
hakikatnya memiliki kedudukan sebagai makhluk sosial dan makhluk individu.
Kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai makhluk sosial maka dalam
menjalankan aktivitas sehari – harinya manusia tidak akan pernah terlepas dari
manusia yang lainnya, sehingga dalam prosesnya akan terjadi suatu interaksi
yang dapat menimbulkan suatu dampak , baik itu dampak positif maupun dampak
negatif. Dampak itulah yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai fenomena –
fenomena yang terjadi dilingkungan manusia,baik fenomena dalam bentuk skala
kecil maupun fenomena dalam bentuk skala besar. Karena manusia diciptakan oleh
Allah sebagai makhluk yang senantiasa terus berfikir maka manusia senantiasa
meneliti setiap fenomena yang berada di sekitar dirinya dan lingkungannya.
Dalam proses penelitian tersebut perlu adanya suatu prosedur serta ketetapan
yang jelas dengan begitu proses penelaahan tersebut akan menghasilkan suatu
informasi yang dapat memberikan manfaat bahkan memberikan kontribusi yang besar
bagi setiap permasalahan atau kendala yang sedang dihadapi.
Perkembangan media
dalam konteks sosial dan praktik budaya yang kian beragam semakin mengukuhkan
eksistensi paradigma kualitatif. Kemampuannyan menghasilkan produk analisis
yang mendalam selaras dengan settingnya. Beberapa metode penelitian berbasis
paradigma kualitatif ini analisis wacana, studi kasus, semiotik dan etnografi
kini mulai dilirik para ilmuwan maupun peneliti.
Etnografi yang akan
dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini merupakan salah satu metode penelitian
kualitatif. Etnografi digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia
berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan
budaya tertentu. Metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi
secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik “observatory
participant”, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena
mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau
komunitas sosial tertentu. Yang lebih menarik sejatinya metode ini merupakan
akar dari lahirnya ilmu antropologi yang kental dengan kajian masyarakatnya
itu. Tidak seberuntung analisis wacana, studi kasus dan semiotik, selama ini
belum banyak buku-buku khusus yang membahas metode penelitian etnografi dalam
komunikasi, khususnya di Indonesia. Pun metode ini juga belum terlalu banyak
diadaptasi oleh para peneliti dalam kajian komunikasi – walaupun diakui
sumbangsihnya dalam menyediakan refleksi mengenai masyarakat dan perkembangan
teknologi komunikasi terhitung tidak sedikit. Beberapa keunikan dan fenomena
yang mengikuti eksistensi metode penelitian etnografi dalam komunikasi ini
membuat kita meliriknya sebagai salah satu metode yang laik dikenalkan,
dikembangkan dan dirujuk dalam penelitian sosial. Untuk itu, dengan mengacu
pada beberapa referensi buku, penulis akan memetakan secara ringkas metode
penelitian etnografi.
Etnografi merupakan salah satu metode kualitatif
yang tertua dari riset sosial. Metode ini sangat tepat untuk meneliti masalah budaya,
dan biasanya selalu terpilih sebagai metode penelitian bidang sosial khususnya antrpologi.
Makalah ini akan menjelaskan latar belakang etnografi dengan mendiskusikan
sedikit tentang penggunaannya pada penelitian
B. Rumusan
Masalah
1. Mengetahui
Pengertian Etnografi
2. Sejarah
Perkembangan Etnogrfi sebagai suatu pendekatan dalam penelitin kuaitatif
3. Prinsip
dan Ciri dalam Penelitian Etnografi
4. Pendekatan
yang digunakan Etnogrsfi dalam penelitian kualitatif
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Etnografi
2. Bagaimana
sejarah perkembangan Etnogrfi sebagai suatu pendekatan dalam penelitin
kuaitatif
3. Apa
sajakah prinsip dan ciri dalam penelitian Etnografi
4. Apasaja
Pendekatan yang digunakan Etnogrsfi dalam penelitian kualitatif
D. Manfaat
Adapun secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat
1.
Bagi Penulis sebagai bahan masukan untuk mengetahui tentang bagaimana
cara penyusunan dengan baik dan benar khususnya dalam mengembangkan penelitian
kualitatif dengan pendekatan Etnografi.
2.
Bagi pembaca, untuk dapat dihjadikan
sebagai pengetahuan baru tentang penelitian dan bagi pihak akademici
(mahasiswa) sebagai bahan literatur tambahan dan sebagai pertimbangan dalam
penentuan Penelitian, lokasi, metode dan pendekatan yang akan digunakan dalam
penelitian, khususnya penelitian kualitatif.
BAB
II
ETNOGRAFI
SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN ILMIAH
(Pendekatan Metodologi Penelitian dalam Penelitian Kualitatif)
A.
Pengertian
Etnografi
Secara umum etnografi disebut sebagai ‘menuliskan tentang kelompok
masyarakat’. Secara khusus hal tersebut juga berarti menuliskan tentang
kebudayaan sebuah kelompok masyarakat.
Menurut Clifford
geertz, dalam bukunya yang berjudul The
Interpretation Of Culture dikutif oleh Deddy Mulyana. (2003: 161) bahwa Istilah
etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan grafhy (menguraikan). Etnografi
yang akarnya antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk
memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena
teramati kehidupan sehari-hari. Jadi etnografi lazimnya bertujuan mengurangi
suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, baik yang bersifat
material seperti artefak budaya (alat-alat, pakaian, bangunan, dan sebagainya)
dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan, norma, dan sistem
nilai kelompok yang teliti. Uraian tebal (think description) merupakan ciri
utama etnografi.
Etnografi
adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. Peneliti
menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan dan cara
hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai
sebuah proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap
suatu kelompok, sehingga peneliti memahami betul bagaimana kehidupan keseharian
subjek penelitian tersebut (Participant observation, life history),
yang kemudian diperdalam dengan indepth interview terhadap masing-masing
individu dalam kelompok tersebut.
Anne Suryani (2008: 124) dijelaskan
bahwa etnografi menyediakan kesempatan yang lebih dalam mengumpulkan data yang
komplet dan relevan dalam menjawab permasalahan karena penelitian etnografi ini
mengadakan penelitian secara mendalam dan bersifat partisipan. Etnografi juga
mempertimbangkan data dari sumber terbaik untuk studi perbandingan dan
analisis. Seorang etnografer dapat berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari
dengan memperhatikan, mendengar, bertanya dan mengumpulkan data.
Etnografi merupakan salah satu dari
sekian pendekatan dalam Penelitian Kualitatif. Dalam istilah Yunani, ethnos, berarti masyarakat, ras atau
sebuah kelompok kebudayaan, dan etnografi berarti sebuah ilmu yang menjelaskan
cara hidup manusia. Pada perkembangan selanjutnya dalam etnografi terjadi
banyak perdebatan tentang cara bagaimana manusia (baca peneliti – ‘self’)
menjelaskan cara hidup manusia lainnya (‘yang diteliti’ – ‘other’) – termasuk di
dalamnya tentang cara-cara bagaimana peneliti melihat ‘yang lainnya’ untuk
kemudian ‘menceritakannya’ kepada manusia lainnya (baca: orang-orang yang
‘berkepentingan’ terhadap manusia ‘yang diteliti’). Etnografi juga diartikan
sebagai sebuah pendekatan untuk mempelajari tentang kehidupan sosial dan budaya
sebuah masyarakat, lembaga dan setting lain secara ilmiah, dengan menggunakan
sejumlah metode penelitian dan teknik pengumpulan data untuk menghindari bias
dan memperoleh akurasi data yang meyakinkan.
Prof Dr Emzir. (2010:
143) Etnografi
adalah suatu bentuk penelitian yang terfokus pada makna sosiologi melalui
observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Pemilihan informan
dilakukan kepada mereka yang mengetahui yang memiliki sudut pandang/pendapat
tentang berbagai kegiatan masyarakat. Para informan tersebut diminta untuk
mengidentifikasi informan-informan lainnya yang mewakili masyarakat tersebut.
Informan-informan tersebut diwawancarai berulang-ulang, menggunakan informasi
dari informan – informan sebelumnya untuk memancing klarifikasi dan tanggapan
yang lebih mendalam terhadap wawancara ulang. Proses ini dimaksudkan
untukmelahirkan pemahaman-pemahaman kultur umum yang berhubungan dengan
fenomena yang sedang diteliti. Penelitian etnografi khusus menggunakan tiga
macam cara pengumpulan data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.
Sehingga pada gilirannya menghasilkan tiga jenis data yaitu kutipan, uraian,
dan kutipan dokumen yang tergabung dalam satu produk yaitu uraian naratif.
Dari uraian dan pengertian diatas,
maka dapat kita fahami bahwa penelitian etnografi merupakan salah satu jenis
penelitian kualitatif yang mana wilayah kajiannya difokuskan pada aspek budaya
manusia baik itu dalam penggunaan bahasa, interaksi maupun fenomena – fenomena
sosial lainnya yang terjadi di kehidupan sehari – hari.
B.
Perkembangan
Etnografi Sebagai Metode Penelitian
Pada awal
kemunculannya etnografi tidak dapat dipisahkan dengan ilmu antropologi. Pada
mulanya para antropolog berusaha membangun tingkat perkembangan evolusi budaya
manusia dari awal kemunculannya di muka bumi hingga sekarang, namun dalam
proses membangun perkembangan evolusi budaya ini para antropolog tidak terjun
langsung ke lapangan, tetapi mereka membangun kerangka evolusi ini dengan tidak
didukung oleh fakta-fakta dari lapangan. Pada awal abad ke 20 mereka mulai
menyadari perlunya pergi ke lapangan untuk mengadakan penelitian tentang
budaya, kesadaran untuk pergi ke lapangan inilah yang menjadi cikal bakal dari
kemunculan penelitian etnografi.
Etnografi diperkenalkan oleh B. Malinowski dengan mempublikasikan penelitian pertamanya yang berjudul Argonuts of the Western Pacific, pada tahun 1922 dengan menggunakan metode lapangan dan observasi partisipan. Penggunaan metode lapangan ini oleh Malinowski ini dapat dikatakan sebagai perpaduan antara ilmu antropologi dan ilmu sosiologi. Engkus Kuswarno, (2008: 32-33).
Etnografi diperkenalkan oleh B. Malinowski dengan mempublikasikan penelitian pertamanya yang berjudul Argonuts of the Western Pacific, pada tahun 1922 dengan menggunakan metode lapangan dan observasi partisipan. Penggunaan metode lapangan ini oleh Malinowski ini dapat dikatakan sebagai perpaduan antara ilmu antropologi dan ilmu sosiologi. Engkus Kuswarno, (2008: 32-33).
Fofus utama
dari penelitian Mallinowski adalah kahidupan masa kini yang dijalani oleh
masyarakat dan cara hidup suatu masyarakat (society’s way of life) dan untuk
memberikan deskripsikan tentang struktur social dan budaya suatu masyarakat
dengan melakuakn wawancara dengan beberapa informan dan observasi pasrtipasi
dalam kelompok yang diteliti.
Perkembangan etnografi pada tahun 1960-an mulai memusatkan pada usaha untuk
mempelajari bagaimana suatu masyarakat mengorganisir budaya dalam pikiran dan
bagaimana budaya itu diaplikasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Dalam
tataran ini etnografi disebut sebagai antropologi kognitif . Etnografi mulai
memiliki peranan untuk menemukan dan menjelaskan organisasi pikiran. Lebih
lanjut etnografi dikembangkan oleh Spradley dengan bertolak pada antropologi
kognitif menjelaskan bahwa suatu budaya merupakan sistem pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui proses belajar dan digunakan untuk menyusun perilaku
dalam menghadapi situasi dunia.
C.
Prinsip
dan Ciri dalam Penelitian Etnografi
Dalam
penelitian etnografi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan adalah meliputi:
1. Mempertimbangkan
tentang informan. Artinya peneliti harus secara selektif dalam meimilih
informan yang akan diwawancarai dan diteliti. Peneliti harus melindungi
informan dan akibat-akibat yang ditimbulkan bila memilih mereka.
2. Mengerti informan.
Mengerti di sini memiliki arti bahwa peniliti harus memperhatikan hak-hak
asasi, kepentingan dan sensivitas. Seorang peneliti memiliki tanggung jawab
untuk melindungi mereka terhadap konsekuensi yang akan muncul.
3. Menyampaikan
tujuan penelitian. Peneliti harus menympaikan kepada informan sehingga mereka
dapat membantu penelitian yang ada.
4. Melindungi
privasi informan. Setiap kerahasiaan informan harus dilindungi, bila mereka
tidak mau disebutkan identitas mereka maka kitapun harus menjaga kerahasiaan
mereka (prinsip anonimitas) dan peneliti juga harus memperhatikan keberatan-keberatan
dari pihak informan.
5. Jangan
mengeksploitasi informan. Peniliti tidak boleh hanya menfaatkan informan untuk
mencapai tujuan penelitian, tetapi setelah penelitian selesai harus memberikan
balas jasa kepadanya karena telah menjadi informan yang membantu selama
penelitian berlangsung sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.
6. Memberikan
laporan kepada informan. Setelah penelitian selesai etnografer harus
memperlihatkan (melaporkn kepada informan). Agus, (2010)
Menurut Nur Syam, (2013) ciri-ciri
penelitian etnografi adalah :
1.
Deskripsi etnografis sepenuhnya disusun sesuai dengan pandangan, pengalaman
warga pribumi (emic view)
2.
Memanfaatkan metode wawancara mendalam dan observasi terlibat.
3.
Peneliti tinggal di lapangan untuk belajar tentang budaya yang dikajinya.
4.
Analisis datanya bercorak menyeluruh (holistik) yaitu menghubungkan
antarasuatu fenomena budaya dengan fenomena budaya lainya atau menghubungkan
antara suatu konsep dengan konsep lainnya.
D.
Pendekatan
dalam Peneliti Etnografi Kualitatif
Syahran Jailani. (2013: 46-47). Ada beberapa hal yang
perlu dipahami oleh seorang etnografer dalam melakukan penelitian budaya yaitu:
(a) bahasabahasa apa yang akan digunakan dalam mengumpulkan data dari informan
karena langkah awal dari penelitian etnografi adalah mempelajari bahasa dari
kelompok masyarakat yang akan diteliti, (b) Informan- kriteria informan yang
sesuai dengan fokus penelitian, (d) Lapangan penelitian, (e) cara meneliti (
Alur penelitian maju bertahap- The development Reseach Sequence). Berdasarkan
cara meneliti Spradley menawarkan langkah-langkah sebagai berikut: (adapun
langkah-langkah ini akan dibahas lebih lanjut pada topik yang relevan)
1.
Mengidentifikasi
budaya yang akan diteliti.
2.
Mengidentifikasi
hal-hal yang muncul dalam budaya.
3.
Kajian teori
4.
Memasuki
lapangan.
5.
Penegelompokan
budaya.
6.
Memeproleh
informan.
7.
Mendapatkan data.
8.
Analisa data.
9.
Menggambarkan
budaya.
10.
Mengembangkan
teori.
Lebih
lanjut diungkapkan bahwa ada 2 hal yang mendasar dalam pendekatan
kebudayaan ini yaitu secara emic dan
etic. Pendekatan ”emic” yaitu penelitian melibatkan perilaku dari
budaya itu sendiri, sedangkan dari segi ”etic” yaitu mengkaji
perilaku dari luar budaya dan menganalisa persamaan dan perbedaan antar budaya.
Langkah mengumpulkan data bisa dilakukan dengan interview dan partipation-
observation( pengamatan berperan serta).
Adapun
tujuan menggunakan pendekatan etnografi berguna untuk memahami rumpun
masyarakat sehingga dengan adanya kajian etnografi ini dapat memberikan
informasi teori-teori ikatan budaya, menemukan teori grounded, memahami
masyarakat yang kompleks, serta memahami prilalaku manusia. Tujuan selanjutnya
adalah melayani manusia. Adanya anggapan bahwa para etnogafer hanya mencari
keuntungan dari objek telitiannya tanpa memberikan kontribusi apapun dari hasil
penelitiannya. Dengan kata lain, setelah peneliti mendapatkan data dari
masyarakat, mereka ditinggalkan begitu saja Lalu apa yang harus dilakukan oleh
peneliti etnografer yaitu berusaha mengsinkronisasikan kedua hal tersebut. Data
didapatkan dan adanya sumbangsih kepada informan
Berbasis data lapangan itulah teori
dibangun dan dikembangkan. Ada banyak data yang menjadi dasar perumusan teori,
baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Data itu dikumpulkan dengan cara
pengamatan, wawancara, survei, dan analisi terhadap bahan tertulis atau hasil
rekaman. Data dianalisis selama penelitian berlangsung sehingga dirumuskanlah
sejumlah konsep yang merupakan unit analisi yang utama. Konsep – konsep itu
dikategorisasikan, dikaitkan satu sama lain yag bersesuaian sehingga dhasilkan
konsep – konsep yang lebih abstrak. Selanjutnya berdasarkan konsep yang
dianalisis inilah dirumuskan tema – tema yang berujung pada perumusan teori.
Nusa
Putra. (2013: 149)
Sudikin (2002: 79) menjelaskan dalam
penelitian etnografi Spradley bertolak pada lima prinsip berikut:
1.
Teknik tunggal dimana peneliti dapat
melakukan berbagai teknik penelitian secara bersamaan dalam satu fase
penelitian.
2.
Identifikasi tugas, dimana peneliti
harus menggali langkah-langkah pokok yang harus dilaksanakan.
3.
Pelaksanaan langkah-langkah pokoh
haus dijalankan secara berurutan.
4.
Wawancara dilakukan secara
sesungguhnya bukan hanya sekedar latihan.
5.
Problem solving, peneliti memberikan
jalan keluar.
Sedangkan Pendekatan dala penelitian kualitatif
dalam penelitian etnografi, maka ada beberapa instrumen sebagai pendekatan
dalam Penelitian Entografi dengan metode kualitatif. Menurut ( Moch. Choirul
Arif. 2012, 174-176) ada beberapa
pendekatan sebagai instrumen untuk digunakan dalam penelitian etnografi
kualitatif yaitu:
1.
Teknik Wawancara
Wawancara dalam etnografi digunakan untuk menggali
lebih dalam informasi dari topik yang telah ditentukan, mengetahui riwayat
hidup, memahami pengetahuan dan kepercayaan, dan penjelasan tentang tindakan.
Secara teknis terdapat dua macam wawancara yang umumnya digunakan dalam
etnografi, yaitu: 1) wawancara mendalam (in-depth interview), dan 2) wawancara
terbuka (open-ended interview). Wawancara mendalam merujuk pada eksplorasi
segala dan semua aspek sebuah topik secara detail. Sementara wawancara terbuka
membiarkan respon terbuka pada penilaian yang diwawancara dan tidak terikat
pada pilihan yang disediakan oleh pewawancara atau membatasi pada sepotong
jawaban. Tidak ada jawaban yang benar , dan yang diwawancara tidak dihadapkan
pada serangkaian alternatif pilihan. Eksplorasi merujuk pada tujuan wawancara –
untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang diyakini penting untuk dipelajari dan
baru sedikit diketahui. Bentuk pertanyaan terbuka dan eksploratif ini
memungkinkan peneliti untuk menggunakan fleksibilitasnya secara maksimal di
dalam mengeksplorasi topik secara mendalam, dan membuka topik baru yang muncul
di dalamnya.
Tujuan utama wawancara terbuka adalah mengeksplorasi
bidang yang belum dijelaskan dalam model jaringan konsep; mengidentifikasi
bidang baru; merinci bidang-bidang ke dalam bagian faktor-faktor, dan
sub-faktor; mendapatkan informasi terarah tentang konteks dan sejarah tentang permasalahan
yang diteliti dan lokasi penelitian; membangun pemahaman dan hubungan positif
antara pewawancara dan orang yang diwawancara. Sebuah wawancara eksploratif
membutuhkan ingatan yang selalu waspada, pemikiran logis, dan kemampuan
komunikasi yang bagus.
Wawancara eksploratif bertujuan untuk memperluas
pengetahuan peneliti tentang permasalahan yang hanya sedikit diketahuinya.
Orang-orang yang diidentifikasi oleh peneliti dan anggota masyarakat sebagai
‘mempunyai pengetahuan yang baik’ tentang topik yang akan dieksplorasi dipilih
sebagai informan kunci atau ahli budaya, untuk kemudian diwawancara. Perlu
dilakukan seleksi untuk memilih informan kunci yang terbaik – yang punya
pengetahuan terbanyak tentang topik yang ditanyakan.
Representasi bukan menjadi tujuan utama wawancara
mendalam – namun penguasaan atas topik yang ditanyakan menjadi lebih penting di
dalamnya. Meskipun demikian beberapa faktor utama tetap harus dipertimbangkan
dalam pemilihan informan kunci – seperti etnisitas, kelas sosial, dan umur –
yang mungkin mempengaruhi batas pada perpsektif mereka. Sebagai contoh:
pengaruh televisi pada budaya lokal akan dipersepsikan berbeda antara informan
yang berusia di atas 50 tahun, dengan remaja berusia belasan tahun. Faktor
etnisitas menjadi penting karena mereka yang disebut sebagai ‘penduduk asli’
akan mempunyai perspektif berbeda tentang kebudayaan lokal dibandingkan dengan
‘pendatang’.
2.
Teknik obeservasi partisipan.
Teknik observasi partisipan dalam metode
etnografi virtual dilakukan dengan dua cara, yaitu on line dan off line. Secara
online, minimal seorang peneliti etnografi diharuskan ikut bergabung dalam
komunitas dunia maya, dan aktif ikut dalam dinamika komunitas.
Ada dua maksud yang dapat disampaikan
dalam observasi partisipan secara on line ini, yaitu; pertama, mengamati secara
langsung perkembangan komunitas atau kelompok yang diteliti secara on line,
termasuk juga dinamika atau isu, tema yang dibicarakan. Kedua, mengamati dan
mencermati bahasa verbal dan non verbal yang digunakan dalam percakapan secara
online. Bukan tidak mungkin dalam satu komunitas virtual, memiliki karakter
atau kekhasan dan menyampaikan symbol-simbol komunikasi virtual yang orang atau
komunitas lain tidak mengerti. Dengan pola pengamatan seperti ini, maka status
peneliti menjadi orang dalam (emic perspective) yang mecoba belajar dan
mengerti tentang semua hal (kehidupan) seseorang atau kelompok di dunia
virtual. Secara off line, pengamatan partisipan, digunakan peneliti untuk lebih
memahami karakter individu/kelompok ketika berada di dunia nyata, apakah kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan didunia maya memiliki kaitan atau mempengaruhi
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan di dunia online atau sebaliknya. Dengan demikian,
dibutuhkan kecermatan dan waktu yang tidak singkat bagi peneliti etnografi
untuk mengamati berbagai perubahan yang terjadi pada diri subjek ketika online
dan offline.
Dalam pengertian tradisionalnya pengamatan
partisipatif berarti juga pengamalan ‘menenggelamkan diri’ – di mana peneliti
belajar hidup di dalam masyarakat sebagai anggota dan penduduk tetap. Disebut
sebagai ‘pengalaman belajar (untuk) hidup’ karena biasanya peneliti tidak punya
pengetahuan tentang kebudayaan masyarakat di mana ia akan tinggal, dan kemudian
mempelajarinya melalui keterlibatannya sebagai anggota di dalamnya. Dalam
pengertian modern, pengamatan partisipatif tidak mengharuskan peneliti untuk
terlibat secara penuh, menjadi anggota masyarakat ‘yang diteliti’ atau penduduk
tetap. Partisipasi di sini bisa diartikan sebagai sebuah rangkaian waktu –
keberlanjutan.
Observasi merujuk pada segala sesuatu yang dapat
teramati melalui indera penglihatan peneliti etnografi. Observasi selalu
mengalami ‘penyaringan’, melalui kerangka interpretasi peneliti. Observasi yang
paling akurat adalah yang dibentuk melalui kerangka teoritis dan perhatian yang
teliti terhadap detail. Pengaruh lain dalam observasi adalah bias personal dan
nilai, dan teori yang tidak teratikulasikan, yang justru tidak membantu.
Peneliti etnografi harus memahami dengan seksama permasalahan peneltian dan kerangka
teoritis yang membentuknya, sama baiknya dengan bias-bias yang mungkin akan
muncul di dalamnya – sebagai upaya untuk meminimalkan bias. Kualitas hasil
pengamatan tergantung pada kemampuan peneliti untuk mengamati,
mendokumentasikan dan menginterpretasikan apa yang bisa teramati. Apa yang
diamati oleh peneliti etnografi akan berbeda selama berada di lapangan.
Peneliti menghabiskan hari (minggu atau bulan) pertamanya di lapangan untuk
melakukan orientasi – melakukan pengenalan terhadap situasi dan kondisi
setting. Keingingtahuan dan kebutuhan untuk mempelajari bagaimana harus
berperan menghadapi situasi baru menjadi faktor pendorong observasi yang baik.
Makin lama, pengamatan akan jadi semakin selektif. Selain kondisi lingkungan,
peristiwa juga merupakan hal yang menjadi sasaran pengamatan peneliti
etnografi. Peristiwa didefinisikan sebagai kegiatan yang berurutan yang
terbatas pada ruang dan waktu. Peristiwa adalah kegiatan yang lebih luas, lebih
lama, dan melibatkan lebih banyak orang di dalamnya dibandingkan dengan
kegiatan tunggal.
Peristiwa biasanya diselenggarakan di suatu tempat
spesifik, dan mempunyai arti dan tujuan khusu yang disepakati bersama oleh
kebanyakan orang, meskipun penafsiran individu atas arti peristiwa tersebut
berbeda-beda – tergantung perbedaan di antara para informan. Peristiwa biasanya
melibatkan lebih dari satu orang, punya kesejarahan dan kepentingan, dan
berulang dalam periode waktu tertentu. Pertanyaan tentang siapa, apa yang
terjadi, di mana, kapan, mengapa dan untuk siapa merupakan hal umum yang
ditanyakan untuk memperoleh gambaran tentang peristiwa.
Penghitungan, pengambilan sensus, dan pemetaan
merupakan hal lain yang penting dilakukan oleh peneliti etnografi dalam
observasi – untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat tentang keberadaan
orang-orang, tempat, dan hal-hal lain di dalam lingkungan sosial. Hal tersebut
sangat membantu ketika kemampuan berbahasa lokal dan akses terhadap lingkungan
sangat terbatas. Data tersebut bisa dikumpulkan dari berbagai tempat dan jangka
waktu tertentu untuk memperlihatkan perbedaan dariwaktu ke waktu.
Merupakan tantangan bagi peneliti untuk
mentransformasikan hasil observasi ke dalam bentuk tulisan catatan lapangan,
yang nantinya menyatakan sebuah rekaman ilmiah dari pengalaman sebagai referensi
di masa yang akan datang. Semakin lengkap dan akuratnya catatan lapangan,
semakin mempermudah peneliti (lain) untuk menggunakannya sebagai data. Seorang
peneliti harus menyadari bahwa catatan lapangannya dibuat bukanuntuk dirinya
sendiri melainkan juga untuk orang lain – bahkan bila catatan tersebt dibuat
dengan sangat detail akan terlihat pola-pola yang terjadi di dalamnya, yang
tidak teramati dengan hanya menuliskan satu bagian cerita saja.
Saat ini detail penulisan telah banyak dibantu oleh
teknologi film dan fotografi – yang dikenal dengan sebutan film etnografi, dan
fotografi etnografi. Film dan fotografi etnografi harus bisa menggambarkan
kebudayaan yang direkam – menjadi representasi kebudayaan orang-orang di dalam
setting. Namun narasi tetap diperlukan di dalamnya untuk lebih memberikan
gambaran yang jelas tentang peristiwa budaya yang direkam.
3.
Focus Group Discussion
Teknik pengumpulan data melalui diskusi kelompok terarah dapat dilakukan
peneliti, dengan maksud mendapatkan
diskripsi data yang lebih variatif yang dihasilkan dari diskusi. Dalam konteks
ini sebenarnya kemampuan peneliti untuk menyajikan isu atau tema utama,
mengemasnya dan kemudian mendiskusikan serta mengelola diskusi itu menjadi
terarah dalam arti proses diskusi tetap berada dalam wilayah tema dan tidak
terlalu melebar apalagi sampai menyertakan emosi subjek secara berlebihan
menjadi kata kunci dari proses FGD yang baik. Diskusi kelompok terarah ini bisa
diawali dengan pemilihan anggota diskusi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
peneliti, ataupun dapat saja dilakukan dengan secara acak, namun tetap
memperhatikan “kekuatan” masing-masing peserta diskusi, mulai dari tingkat
pendidikan, intelektualitas, pengalaman bahkan keseimbangan gender. Dengan
penetapan ini, merupakan langkah untuk menghindari ketimpangan atau dominannya satu
kelompok atau individu dalam sebuah diskusi.
Kemudian, dilanjutkan dengan tema yang akan diusung peneliti, dan
diskusikan secara bersama. Proses inilah yang kemudian oleh peneliti dicatat
secara rinci untuk kemudian dijadikan dasar pijak untuk memperdalam dan memperkaya
data etnografi.
4.
Sejarah Hidup (life history )
Merupakan catatan panjang dan rinci
sejarah hidup subjek penelitian. Melalui catatan sejarah hidup ini peneliti etnografi akan memahami secara
detail apa saja yang menjadi kehidupan subjek penelitian dan factor-faktor yang
mempengaruhinya termasuk budaya yang ada di lingkungannya. Catatan sejarah
hidup, menghendaki kemampuan peneliti untuk jeli dalam melihat setiap detail
kehidupan seseorang, sehingga tergambar dengan jelas bagaimana “jalan”
kehidupan subjek penelitian dari lahir hingga dewasa sehingga terketemukan peristiwa-peristiwa
penting yang menjadi titik balik (turning point) dalam sejarah kehidupan subjek
penelitian. Meski hampir sama dengan pola autobiografi, namun terdapat
perbedaan terutama pada upaya yang lebih kuat dalam penulisan untuk menghindari
subjektivitas penulis.
5.
Analisis Dokumen
Analisis ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan menjadi terarah,
disamping menambah pemahaman dan informasi
penelitian. Mengingat dilokasi penelitian tidak semua memiliki dokumen yang
tersedia, maka ada baiknya seorang peneliti mengajukan pertanyaan tentang informan-informan yang dapat membantu untuk
memutuskan apa jenis dokumen yang mungkin tersedia. Dengan kata lain kebutuhan
dokumen bergantung peneliti, namun peneliti harus menyadari keterbatasan
dokumen, dan bisa jadi peneliti mencoba memahami dokumen yang tersedia, yang
mungkin dapat membantu pemahaman.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etnografi merupakan jenis penelitian yang bersifat
kualitatif yang bertolak dari ilmu antropologi yang berkembang pada awal abad
20. Penelitian ini menggunakan pendekatan dalam perspektif budaya sebagai way
of life dalam mengkaji suatu permasalahan. Penelitian ini bersifat mendalam dan
penelitii langsung bersinggungan dengan permasalahan yang diteliti dengan
mencari informan dari lingkungan yang terlibat dengan masalah yang ada.
Etnografi
adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. peneliti
menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara
hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai
proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok,
dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup
responden atau melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok
tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa,
dan interaksi dalam kelompok.
B. Keritik
dan Saran
Penelitian
merupakan kerangka kerja yang sifatnya ilmiah maka dalam proses penelitian
diperlukan data – data yang valid dan teruji kebenarannya, maka untuk
mewujudkan data yang valid diperlukan cara yang benar dalam pengumpulan data – data
tersebut. Untuk itu, agar tulisan ini menjadi sebuah literatur dan bahan
referensi bagi siapa saja yang membaca dan pengguna, maka penulis mohon sudilah
kiranya pembaca memberikan masukan terhadap karya tulis ilmiyah ini, mengingat
basih banyaknya pokok bahasan teori dala penelitian kualitatif khususnya dalam
penelitian ETNOGRAFI.
Penulis sangat menyadari, bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, kritik dan
saran demi perbaikan karya tulis
ilmiyah ini.
Daftar
Pustaka
Emzir.
2010, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers
http://agustocom.blogspot.com/2010/04/etnografi-dan-contoh-penelitian-sebuah.html (Diakses Jumat, 17 April 2015)
Jailani, Syahran. 2013. Ragam penelitian qualitative (ethnografi, fenomenologi, grounded
theory,dan Studi kasus). Jurnal diakses 26-04-2015
Kuswarno,
Engkus.2008. Etnografi Komunikasi: Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya.
Bandung: Widya Padjadjaran
Moch. Choirul Arif.
2012.ETNOGRAFI VIRTUAL Sebuah Tawaran Metodologi Kajian Media Berbasis Virtual
Mulyana,
Dedi. 2003, metodologi penelitian kualitatif, bandung :PT. Remaja
rosdakarya.
Nur Syam, (2013) Penelitian Etnografi Bidang Hukum Islam, http://nursyam.sunan-ampel.ac.id.diakses 25 Mei 2015
Nusa Putra, 2013. Penelitian Kualitatif IPS,Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Sukidin,
Basrowi. 2002. Metode Penelitian
Kualitatif Persepektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.
Suryani,
Anne. Comparing Case Study and Ethnography as Qualitative Research
.